Kadang pernikahan tidak selalu sesuai dengan harapan kita. Tidak ada pernikahan yang sempurna, selalu saja muncul berbagai macam masalah dari yang besar sampai yang kecil.
Ketika pernikahan mulai retak, pernahkan kita berpikir bahwa mungkin penyebabnya yang sebenarnya adalah masalah kecil dalam kehidupan sehari-hari?
Jangan salah. Dalam pernikahan, tidak ada yang namanya hal kecil. Cinta itu saling, bukan sepihak.
Saling menjaga dan saling pengertian dalam kesederhanaan adalah resep untuk berjalan lebih jauh.
Suatu sore pas pulang kerja, aku panas dan keringatan. Aku pun membuka kulkas dan menemukan setengah biji semangka. Aku sangat senang dan langsung menyantap semangka itu sampai bersih.
Tak lama kemudian, istriku juga pulang kerja. Pas masuk pintu, ia bilang, “Aduh panasnya kayak mau mati!” Pas ia buka kulkas, ia langsung terdiam kaget. Aku bilang padanya kalau semangkanya udah aku makan.
Di wajahnya terlintas raut tidak senang, namun dengan cepat, ia mengambil gelasnya untuk mengisi air. Pas ia mengangkat teko, dalamnya pun kosong tidak ada air. Ia pun naik darah. “Kok kamu bukannya masak air sih? Kamu udah pulang lama gitu ngapain aja?” Aku pun emosi, “Kok aku sih?” Gara-gara ini, kami tidak bicara selama 1 minggu.
Pas aku pulang ke rumah orang tuaku, ayahku bertanya, “Istrimu mana? Kok gak ikut?” Aku pun menceritakan kejadian minggu lalu pada ayah dan ibu.
Habis mendengar ceritaku, ibu langsung menyalahkanku, “Kamu gak boleh gitu, cuma mikirin diri sendiri saja, gak mikirin orang lain.” Aku malah membantah ibu, “Apaan sih bu orang cuma makan semangka doang emang kenapa?”
Sedangkan ayahku tertawa, “Kamu gak usah bela diri sendiri. Besok bawa istrimu ke sini. Kita makan bareng.” Keesokan harinya, aku membawa istri dan anak-anakku datang. Pas nyampe rumah, ayah menyuruhku pergi beli sebotol cuka. Pas aku udah beli, ayah bilang dia mau bawa cucu-cucu main keluar sebentar. Ia memberikan setengah biji semangka padaku, “Lihat kamu keringetan seperti itu, nih makan semangka biar adem.” Semangka itu cukup besar. Ayah pun berpesan, “Kalau gak habis, sisain buat istri kamu nanti pulang dia makan.” Aku langsung menyantap semangka itu karena kegerahan, tapi baru makan setengah, perutku sudah kenyang.
Pas malamnya makan bersama, ayahku meletakkan dua potong semangka di meja, “Lihat baik-baik kedua semangka ini. Apa yang beda?” Aku pun bingung, aku perhatikan baik-baik, “Ini kan tadi semangka yang aku makan, terus yang itu juga udah dimakan.” Ayah pun menunjuk semangka dan berkata, “Setengah ini kamu yang makan, setengahnya lagi itu istrimu yang makan. Aku bilang kalau gak habis, sisain buat suami/istrimu.” Kamu gak lihat bagaimana istrimu memakan semangkanya? Ia menggunakan sendok, memulai dari ujung ke tengah, sampai di tengah, ia tidak menyentuh sisanya. Tapi, lihat punyamu, kamu langsung makan dari tengah, kamu habiskan bagian yang paling manis dan sisakan pinggir-pinggirnya untuk orang lain.” “Dari sini keliatan siapa yang lebih punya kasih.” Wajahku langsung memerah.
Ayah pun lanjut, “Dalam kehidupan suami istri, ada berapa banyak momen yang menunjukkan cinta?
Di mana cinta itu berada?
Cinta ada di dalam setetes minyak, sesendok nasi, semangkuk sup.
Terakhir kali kamu bertengkar dengan istrimu karena semangka, jelas-jelas kamu salah masih saja membela diri.
Seandaikan istrimu yang pulang duluan, dia pasti menyisakan setengah semangka itu untuk kamu.
Jangan melihat ini adalah hal yang sepele, tapi ini bisa mencerminkan hati seseorang.
Hati sedingin apapun, bila sedikit demi sedikit diberi kehangatan, suatu hari pasti akan menjadi panas. Hati sehangat apapun, bila disiram air dingin terus sedikit demi sedikit, suatu hari pasti membeku juga.
Coba kamu pikir, kalau istrimu seperti kamu, apa-apa cuma memikirkan diri sendiri, tidak memikirkanmu, lama-kelamaan, apa yang akan kamu rasakan?
Kata-kata ayah membangunkanku. Tiba-tiba aku sadar, selama ini, aku pulang kerja, sandal rumahku sudah disiapkan, meja sudah ada teh panas, pas hujan di pintu sudah ada payung, ini semua adalah bentuk kasih sayang istriku yang paling dalam.
Tapi aku? Aku malah enak-enak, menganggap itu hal yang wajar, sudah seharusnya dilakukan, gak tau terima kasih… Sampai di sini, aku merasa malu,
Dengan cepat aku mengambilkan semangkuk pangsit yang sudah tidak panas dan memberikannya pada istriku, “Ini udah gak panas. Kamu makan duluan aja.” Istriku malah ketawa, “Kamu gak perlu lah pura-pura baik di depan ayah ibumu.” Ayahku juga tertawa, “Suami yang mampu berpura-pura seumur hidupnya, baru suami yang baik.” Kalau mau berjalan lama, yang paling penting adalah saling mengasihi dan juga jujur dari hati ke hati.
Ayah ini hanya menggunakan waktu 10 menit mengubah sikap anaknya terhadap menantunya.
Cinta adalah saling, bukan sepihak. Hargailah pasanganmu.
Salam Sehat dan Bahagia selalu 🙏 ERTAMENTARI