Pelajaran dari sebuah kesepian…
“Saya baru merasakan kesepian yang tiada akhir”
Konflik dalam sebuah pernikahan selalu menyisakan beragam macam kisah yang tak pernah ada habisnya, dari suatu hal yang biasa (umum) terjadi hingga suatu hal yang tak pernah terbayangkan ada sebelumnya.
Salah satu dari sekian banyak klien kami menuturkan konflik keluarga nya dimana pasangan ini telah menikah selama hampir 20 tahun.
Pada awalnya sang suami melakukan konsultasi sendiri pada psikolog dan menyampaikan segala kondisi yang beliau alami selama menjalani pernikahannya.
Lazim nya ketika berkonsultasi permasalahan pernikahan, pasutri akan datang secara bersama-sama namun saat itu beliau menyampaikan bahwa pasangan nya (istrinya) tidak hadir dikarenakan mereka telah berpisah tempat tinggal dalam 1 tahun terakhir ini dan hanya berkomunikasi via telephone.
Selama pernikahannya pasangan ini telah dikaruniai 2 orang anak yang telah memasuki usia remaja. Status pernikahan mereka tidak dalam perceraian.
Sang suami menceritakan segala hal yang beliau alami dan rasakan setidaknya selama 1 tahun terakhir ini.
Salah satu kalimat yang beliau sampaikan ” Saya baru merasakan kesepian yang tiada akhir, karena berpisah dengan pasangannya (istrinya) serta kedua anak-anaknya.”
Apa yang sesungguhnya terjadi dengan konflik pernikahan mereka ini ?
Pada awalnya kami sebagai psikolog mencoba menjembatani konflik yang terjadi dalam pernikahan ini. Kami mencoba berkomunikasi dengan pihak istri melalui saluran telephone (konsultasi online) dan tentunya kami belum pernah bertatap muka sebelumnya, tentu nya pihak suami telah menginformasikan terlebih dahulu kepada pasangannya (istrinya) bahwa sang suami telah berkonsultasi dengan psikolog terlebih dahulu dan psikolog akan mencoba berdialog melalui saluran telephone dengan pihak istri untuk membuka komunikasi.
Singkat cerita kami psikolog berhasil berdialog melalui saluran telephone (konsultasi online) dengan pihak istri. Banyak penuturan yang disampaikan oleh sang istri kepada psikolog perihal apa yang dirasakan dan dialami selama ini.
Ada satu kalimat kunci yang penting dari pihak istri yang menjadi point penting penyelesaian kasus ini, ketika psikolog menanyakan apakah ibu masih mencintai sang suami ?
Sungguh suatu jawaban yang sangat mengharukan dan sekaligus membawa secercah harapan… “sesungguhnya Saya masih sangat mencintai suami saya dan sangat menyedihkan harus dalam kondisi seperti saat ini, namun anak-anak kami tidak mengijinkan saya untuk bertemu dengan suami saya, karena anak-anak saya tahu bahwa hati saya akan mudah luluh ketika bertemu dengan suami saya karena besarnya cinta saya padanya. Anak-anak tidak mau ibu nya disakiti kembali oleh perilaku dan sikap emosional ayahnya.”
(Sang istri menyampaikan hal ini kepada kami psikolog dengan rasa sedih terisak haru, walaupun sang istri belum pernah kenal dan belum pernah bertemu dengan kami psikolog sebelumnya)
Walaupun disampaikan hanya melalui saluran telephone (konsultasi online) kami psikolog bisa merasakan dengan sungguh-sungguh perasaan dan beratnya beban permasalahan yang dialami serta kejujuran apa yang ada di dalam hatinya.
Singkat cerita pada akhirnya melalui konsultasi pernikahan bersama dan hipnoterapi (untuk pemulihan luka batin) terhadap pasutri agar bisa berdamai dengan masa lalu, terjadi kesepakatan baru serta komitmen baru dalam kehidupan berumahtangga, baik untuk sang suami dan sang istri dalam relasi sebagai pasutri maupun terhadap anak-anaknya dalam relasi suatu keluarga.
Apa yang menjadi pesan dan hikmah dari kejadian ini?
✔ Dalam suatu relasi pernikahan tidak cukup hanya ada cinta, namun yang tak kalah penting adalah bagaimana memahami dan bersikap dalam relasi berkeluarga, yakni dengan lebih arif bijaksana bukan dengan ego masing-masing dalam menghadapi setiap pencobaan dalam siklus pernikahan.
✔ Apabila hendak menikahi pasanganmu hendaklah membahagiakan nya sepanjang hidupnya dengan pengorbanan sebagai wujud cinta itu sendiri.
✔ Anak-anak dalam pertumbuhannya menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dampaknya terhadap ada nya konflik pernikahan.
✔ Ketika rasa cinta masih ada artinya masih ada harapan untuk memaafkan (forgiveness) dan memulai serta menata kembali relasi suatu hubungan dalam pernikahan.
Kadang rasa cinta itu dikalahkan oleh besarnya ego masing-masing untuk mau memperbaharui ataupun berubah demi kehidupan yang lebih sempurna.
✔ Percayalah bahwa harapan akan selalu ada dalam ragam konflik apapun sepanjang masih ada hati & cinta sebagai perekatnya, di dukung pula oleh support sistem dari anak maupun keluarga.
(Baca kisah dan artikel psikologi kami lainnya terkait perkawinan dan lain sebagainya.)
Kami membagikan kisah ini melalui media yang kami miliki ini dengan tetap merahasiakan identitas klien serta dilindungi oleh kode etik secara profesi sebagai seorang psikolog.
Tidak semua substansi dan detail permasalahan kami terakan di dalam ini dengan segala keterbatasan dan tentunya dengan tetap menjaga kerahasiaan kode etik profesi kami.
Semoga bermanfaat…🙏
Ratna Sari S.Psi.,M.Psi., Psikolog
Clinical Psychologyst
🌏 www.ertamentaripsikolog.com
🌍 www.psikologsurabaya.com
Instagram : @ertamentari.psikolog
📲 081231.767999 (WhatsApp Cust.Service)