Siapapun tidak ada yang bisa mengira apa yang akan terjadi dalam kehidupan. Demikian pula status menjadi seorang JANDA.
Perjuangan hidup antara perempuan yang belum atau tidak ingin menikah dengan seorang janda tentu sangat berbeda. Status yang disandangkan akan sangat berpengaruh pada kehidupan soaial mereka.
Betapa sulitnya melangkah sendiri dan menentukan arah hidup tanpa pasangan untuk diajak berkomunikasi secara intelek dan menjadi teman hidup.
Keberadaan seseorang yang selalu ada disamping dalam berbagai proses kehidupan yang harus dijalani tentu saja memberikan motivasi dan kekuatan tersendiri dan ketika seseorang tersebut tak ada lagi semuanya akan terasa berbeda.
Banyak perkawinan yang sebenarnya tak layak disebut “perkawinan”, mereka hanya tinggal satu atap dan tidur diranjang yang sama, tetapi tidak pernah tahu sesungguhnya kehidupan yang berlangsung antara mereka berdua.
Terdapat pergulatan spriritual yang begitu menyiksa pasangan suami istri yang tidak lagi bahagia dalam perkawinannya.
Bagaimana reaksi emosional seorang perempuan yang menjadi janda. Tidak pernah ada emosi yang benar-benar sama pada perempuan walaupun mereka adalah sesama janda. Perasaan manusia pada prinsipnya memiliki kesamaan, namun berbeda pada cara merasakan dan mengungkapkan sehingga perilaku yang tampak dan yang disembunyikan oleh perempuan juga berbeda.
Pengalaman menjadi janda membuat perempuan punya cukup waktu belajar tentang kehidupan pribadi.Mereka menjadi jauh lebih matang dan mampu berpikir dari banyak sisi karena pengalaman langsung yang dialaminya.
Janda memiliki pengalaman dengan dunia perkawinan, sehingga berdasarkan intuisinya akan tahu bagaimana harus bersikap ketika berada dalam suasana yang sangat pribadi.
Pikiran-pikiran kaum janda sungguh berbeda dan lebih menarik karena mereka telah melalui fase lajang dan fase menjadi seorang istri. Pengalaman telah mengalami dua fase membuat seorang perempuan begitu menarik terutama dari segi psikologisnya yang memiliki keunikan khusus.
Mereka tidak anti perkawinan dan tidak anti seks, tetapi mereka sudah memahami bagaimana menjalani saat mereka tanpa pria dalam kehidupannya.
▶️ Janda karena CERAI
Kadangkala emosional perempuan tidak cukup berani mengungkapkan ketidakbahagiaannya, namun mereka mengakui dalam hatinya. Mungkin mereka memilih untuk tidak memperhatikan hatinya dan menjalani perkawinan tanpa semangat hidup yang kuat.
Kasus perceraian terjadi tentu saja disebabkan oleh suatu masalah, pemicunya bisa dari pihak perempuan dan pihak pria. Perpisahan tetaplah memunculkan rasa kehilangan dan air mata selalu ada dalam setiap proses perceraian. Namun sekali lagi air mata itu memiliki banyak makna.
Perceraian terjadi karena ketidakberhasilan suami-istri untuk waspada dalam menjaga kualitas perkawinan. Mereka yang senantiasa berhati-hati mampu selamat melampaui masa sulit dalam perkawinan dalam seluruh aspek, baik materi, psikologis, sosial dan spiritualnya.
Jika pada akhirnya harus bercerai, pilihan itu dilakukan dengan sangat berat oleh perempuan dalam kategori tertentu, seperti pengaruh doktrin agama, budaya, pendidikan, pola asuh keluarga dan tentu juga status sosial.
Penyesalan yang paling berat adalah menyadari berapa waktu yang telah terbuang hanya untuk hidup bersama orang yang tidak tepat.
Tidak seorang pun dari para janda yang benar-benar siap secara psikologis. Jika mereka tampak tegar karena situasi dan kondisi yang menempa hidup mereka.
Mereka merasakan adanya nilai kemenangan karena telah berani melakukan pilihan status yang tidak diimpikannya.
Mereka tampak lebih hidup dan berbahagia, seolah terlepas dari sesuatu yang membuat mereka terperangkap dalam ikatan yang menyakitkan. Mereka bersyukur karena seolah terbebas dari penjara perkawinan, mereka berkata hidup menjadi berbeda sekalipun dihadapkan pada tuntutan materi namun mereka jauh lebih sehat terutama secara psikologis.
Keputusan seorang perempuan hingga berani memilih perceraian biasanya setelah melalui fase toleransi yang cukup panjang. Secara intuisi naluri mempertahankan kesehatan mentalnya membuat mereka melakukan keputusan tersebut.
Janda karena KEMATIAN
Kehilangan pasangan hidup karena kematian, merupakan fase yang sulit dalam hidup, terlebih bila rumah tangga yang dibinanya adalah rumah tangga yang bahagia, rasa kehilangan yang dirasakan lebih terkait dengan cinta dan kasih sayang akan jauh lebih dalam.
Bagian penting dalam kehidupan sebagai seseorang yang telah menikah hilang bersama kematian pasangannya, mereka akan mengalami keterpurukan yang luar biasa mencekam ketika ia harus kehilangan separuh hatinya.
Perasaan yang sangat halus dihayati sebagai kenangan rasa bahagia yang sulit tergantikan oleh sosok pria lain dan senantiasa membandingkan suaminya yang sudah tiada dengan pria yang mencoba hidup bersamanya.
Banyak yang tidak tertarik menikah lagi hanya karena mereka melekatkan diri pada kehidupan yang suda selesai. Sesuatu yang wajar jika kebersamaan yang telah terjadi menimbulkan kenangan tersendiri bagi seorang istri. Bagian terpenting adalah mental psikologis yang harus Anda miliki dengan kuat.
Kuncinya adalah berpijak pada kenyataan bahwa Anda masih hidup dan berhak merasakan kebahagiaan kembali. Rasa kehilangan tidak selalu berarti padamnya api kehidupan. Terkadang hal tersebut justru menyalakan api kehidupan yang baru dan berbeda.
Bagi para janda yang hendak memasuki kembali perkawinan berikutnya, ada baiknya memulihkan trauma perkawinan sebelumnya yang seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya. Diperlukan banyak perubahan pada diri orang yang bersangkutan untuk memulihkan kepercayaan tentang adanya kebaikan dalam perkawinan.
Dibutuhkan upaya lebih berhati-hati agar memperoleh pasangan hidup yang tepat hingga seseorang merasa cukup pasti terhadap pilihannya dan menerima resiko yang terkecil dari ketidaksempurnaan manusia.