Apakah KDRT selalu dengan kekerasan ?

by -506 views

KDRT atau Konflik Rumah Tangga ?

“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
(definisi Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.)

Mengapa KDRT dapat terjadi ?

Semua berawal dari ada nya konflik dalam rumah tangga, dan saat konflik tersebut berkembang menjadi besar dan pada akhirnya tidak terselesaikan dengan baik sehingga berpotensi terjadi percekcokan yang dapat berujung terjadinya kekerasan (walaupun tidak semua konflik adalah KDRT)

Dalam KDRT, salah satu pihak merasa harus didahulukan dan tidak ada kesetaraan peran di sana, sehingga membuat hubungan ini menjadi tidak sehat karena ketidakadilan atau ketidaksetaraan peran.
Ada relasi satu pihak yang bersifat berkuasa dan pihak yang lain menjadi koordinat bawahannya.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bertujuan mendominasi dan mengendalikan korban, dengan berbagai bentuk kekerasan yang menimbulkan rasa takut, rasa bersalah, merasa terintimidasi hingga dapat menimbulkan gangguan mental psikis akut pada korban nya.
Korban dapat terjadi pada siapapun seperti pasangan suami/istri, anak dan orang-orang yang berada dalam rumah yang sama.
Dalam kondisi ini biasanya korban akan sulit terlepas dari hubungan abusive ini oleh pelaku KDRT salah satunya yang memiliki “perilaku pasif agressive.”

Baca artikel kami Perilaku Pasif Agressive Pasangan
https://psikologsurabaya.com/perilaku-pasif-agressive-pasangan/

Bentuk kekerasan yang umumnya terjadi…

✔Kekerasan Psikologis

Salah satu bentuknya adalah intimidasi (ancaman dalam bentuk apapun) dan kekerasan berbentuk verbal serta membatasi mengendalikan perilaku korban dalam interaksi sosialnya.
Kekerasan psikologis ini memang tidak nampak secara fisik, namun dapat berdampak langsung pada gangguan mental psikis seperti stres, depresi, kehilangan kepercayaan diri bahkan kecemasan dsb.

✔Kekerasan Physical

Bentuk kekerasan nya terlihat nyata secara fisik pada tubuh karena telah menggunakan kekuatan fisik.
Menyakiti dengan kekuatan fisik seperti pukulan atau bentuk lainnya

✔Kekerasan Ekonomi

Bentuk kekerasannya adalah membatasi dengan ketat dan mengendalikan seluruh akses keuangan (finansial) korban.
Bertujuan membuat korban bergantung secara finansial salah satu nya dengan melarang korban bekerja dengan alasan apapun bahkan mengambil uang hak korban secara paksa.
Bentuk kekerasan secara ekonomi ini bermacam-macam yang intinya membatasi hampir semua hak finansial korban dalam berbagai aspek ekonomi hingga menelantarkan korban secara ekonomi.

✔Kekerasan Seksual

Bentuk kekerasannya dapat berupa intimidasi pasangan dengan menuduh selingkuh, rasa cemburu yang berlebihan (Posesif Manipulatif) bahkan hingga pelecehan dan kekerasan secara seksual terhadap anak maupun orang lain yang menetap di lingkungan rumah tangga.
Dampak fisik nya tampak nyata dan dapat menimbulkan trauma fisik hingga psikis berkepanjangan


Baca artikel kami Perilaku Posesif (klik link) https://psikologsurabaya.com/pencemburu-atau-posesif-manipulatif/

Melepaskan diri dari jerat KDRT memang tidak mudah dilakukan. Umumnya, korban KDRT bertahan dalam pernikahan (hubungan) karena dikondisikan ada rasa bersalah pada pasangannya dan berpikir ada kesalahan di dalam diri nya yang membuat pasangan atau orang lain di dalam rumah tangga melakukan tindakan KDRT. 

Dampak dalam jangka panjang korban KDRT nampak nyata akan beresiko lebih besar mengalami gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, minder, kehilangan kepercayaan dan jati diri, “pembunuhan” karakter korban dan berbagai bentuk traumatik secara fisik maupun mental korban.

Terjadinya gangguan kesehatan mental akibat KDRT ini dapat menimbulkan resiko dalam bentuk selanjutnya seperti kecanduan alkohol dan narkoba bahkan merasa putus harapan (putus asa) yang sangat dimungkinkan akan menimbulkan pemikiran serta tindakan untuk mengakhiri hidupnya.

Dampak lain KDRT yang terlihat oleh anak pun akan dapat berakibat secara mental terhadap anak yang bersangkutan di masa dewasanya, bahwasan nya mereka merasa bahwa KDRT bukan lah tindakan penyimpangan perilaku atau gangguan mental.

Apakah selama masa Pandemi Covid19 telah terjadi peningkatan permasalahan konflik pernikahan dan KDRT ?

Gangguan psikologi terbanyak yang kami alami selama pandemi Covid19 (th.2020) adalah :
– Kecemasan
– Perubahan suasana hati (mood swing)
– Stres dan depresi
– Psikosomatis
– Konflik pernikahan (perceraian)

Setidaknya 4 dari 5 gangguan psikologis tersebut diatas adalah saling terkait dan berhubungan dengan konflik dalam perkawinan hingga terjadinya pola KDRT.

Pandemi COVID-19 telah menginfeksi jutaan orang di dunia dan ribuan orang di Indonesia, membuat masyarakat harus tetap di rumah dan mengurangi kegiatan di luar.
Kondisi ini disebut sebagai salah satu penyebab konflik rumah tangga dan meningkatnya kasus KDRT.
Mengapa hal ini bisa terjadi ?

Pandemi membuat suami-istri yang sebelumnya sama-sama memiliki aktivitas & rutinitas pekerjaan masing-masing jadi lebih intens bertemu dengan adanya pembatasan sosial maupun WFH, belum lagi adanya gangguan dari faktor keuangan (pendapatan) yang sangat berpengaruh.
Semakin sering orang bersama, potensi konflik itu semakin meningkat, apabila potensi konflik tersebut tidak mampu di kelola dengan baik.

Hubungan rumah tangga yang sehat bukan berarti tanpa konflik, artinya bahwa konflik tersebut bisa diselesaikan dengan mencari solusi dari masalah utama yang timbul.
Dalam konflik, biasanya akan ada solusi karena kepentingan masing-masing pihak bisa saling dikomunikasikan, dan setelah ketegangan mereda pasangan bisa mendengar pendapat dan memahami kondisi masing-masing (hal ini lah yang tidak terjadi pada konflik KDRT).
Dalam hubungan yang sehat, peran setiap orang dalam hubungan itu setara, dalam mengungkapkan pendapat, perasaan, dan pikiran.
Dalam hubungan yang sehat, konflik rumah tangga yang timbul dalam masa pandemi ini tidak akan berakhir menjadi KDRT.

Berbeda dengan konflik rumah tangga, KDRT biasanya sudah terlihat pola nya sebelum masa pandemi.
Ada pola berulang dan bisa jadi memuncak ketika pandemi memaksa pasangan bertemu lebih intens dari biasanya. 

Kondisi kesulitan apa yang terjadi dalam kasus konflik rumah tangga yang disertai KDRT ?

  • Pelaku KDRT sangat membatasi campur tangan orang lain yang ingin membantu menyelesaikan permasalahannya.
  • Pelaku KDRT memanipulasi kondisi korban seolah-olah tidak punya tempat untuk meminta pertolongan.
  • Pelaku KDRT akan melakukan ancaman (intimidasi) kepada pihak yang hendak menolong dengan dalih mencampuri urusan rumah tangga nya